Sesungguhnya jasa kedua orang tua terhadap anaknya sangat besar. Fakta ini tidak bisa diingkari oleh siapapun juga. Seorang ibu telah mengandung anaknya dalam keadaan lemah dan susah. Dia menyabung nyawa untuk melahirkan anaknya. Kemudian memelihara dan menyusui dengan penuh kelelahan dan perjuangan selama dua tahun.
Sebagaimana tingginya keutamaan dan urgensi birrul walidain, maka konsekuensinya betapa besar dan bahayanya hal yang menjadi kebalikannya yaitu durhaka kepada orang tua
Allâh Azza wa Jalla memberitakan sebagian jasa tersebut dalam firman-Nya :
وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَانًا ۖ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا ۖ وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْرًا
Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan. [al-Ahqâf/46:15].
Demikian juga sang bapak menantang panas dan hujan guna mencukupi kebutuhan keluarganya. Sehingga tidak heran jika keduanya memiliki hak yang harus dipenuhi oleh sang anak, bahkan hak orang tua itu mengiringi hak Allâh Azza wa Jalla. Dia berfirman:
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا
Beribadahlah kepada Allâh dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak. [an-Nisâ`/4:36].
Berbakti Kepada Orang Tua Merupakan Kewajiban Yang Utama
Hak kedua orang tua itu melebihi manusia manapun. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan hal ini dalam hadits sebagai berikut:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي قَالَ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أَبُوكَ
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata: Seorang lelaki datang kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , lalu bertanya: “Wahai Rasûlullâh, siapakah orang yang paling berhak mendapatkan perbuatan kebaikanku ?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ibumu,” lelaki itu bertanya lagi, “Kemudian siapa ?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ibumu,” Lelaki itu bertanya lagi, “Kemudian siapa ?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ibumu,” Lelaki itu bertanya lagi, “Kemudian siapa ?” Beliau menjawab, “Bapakmu”. [HR al-Bukhâri, no. 5971; Muslim, no. 2548]
Bahkan kewajiban berbakti kepada orang tua itu melebihi kewajiban jihad fî sabîlillâh.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ قَالَ أَقْبَلَ رَجُلٌ إِلَى نَبِيِّ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ أُبَايِعُكَ عَلَى الْهِجْرَةِ وَالْجِهَادِ أَبْتَغِي الْأَجْرَ مِنَ اللَّهِ قَالَ فَهَلْ مِنْ وَالِدَيْكَ أَحَدٌ حَيٌّ قَالَ نَعَمْ بَلْ كِلَاهُمَا قَالَ فَتَبْتَغِي الْأَجْرَ مِنَ اللَّهِ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَارْجِعْ إِلَى وَالِدَيْكَ فَأَحْسِنْ صُحْبَتَهُمَا
Dari Abdullâh bin ‘Amr bin al-‘Ash Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Seorang laki-laki datang kepada Nabi Allâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu berkata, ‘Aku berbai’at kepadamu untuk hijrah dan jihad, aku mencari pahala dari Allâh.” Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, ‘Apakah salah satu dari kedua orang tuamu masih hidup ?’ Dia menjawab, “Bahkan keduanya masih hidup.” Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya lagi, “Apakah kamu mencari pahala dari Allâh ?” Dia menjawab, “Ya”. Nabi bersabda, “Kalau begitu pulanglah kepada kedua orang tuamu, lalu temanilah keduanya dengan sebaik-baiknya”. [HR Muslim, no. 2549]
Termasuk Dosa Besar : Durhaka Kepada Orang Tua
Selain memerintahkan birrul wâlidain (berbakti kepada kedua orang tua), agama Islam juga melarang ‘uqûqul wâlidain (durhaka kepada kedua orang tua), bahkan memasukkannya ke dalam dosa-dosa besar yang mengiringi syirik. Banyak hadits-hadits yang berkaitan dengan hal ini, antara lain:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ جَاءَ أَعْرَابِيٌّ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا الْكَبَائِرُ قَالَ الْإِشْرَاكُ بِاللَّهِ قَالَ ثُمَّ مَاذَا قَالَ ثُمَّ عُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ قَالَ ثُمَّ مَاذَا قَالَ الْيَمِينُ الْغَمُوسُ قُلْتُ وَمَا الْيَمِينُ الْغَمُوسُ قَالَ الَّذِي يَقْتَطِعُ مَالَ امْرِئٍ مُسْلِمٍ هُوَ فِيهَا كَاذِبٌ
Dari Abdullâh bin ‘Amr, ia berkata: Seorang Arab Badui datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata, “Wahai Rasûlullâh, apakah dosa-dosa besar itu ?” Beliau menjawab, “Isyrak (menyekutukan sesuatu) dengan Allâh”, ia bertanya lagi, “Kemudian apa?” Beliau menjawab, “Kemudian durhaka kepada dua orang tua,” ia bertanya lagi, “Kemudian apa ?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Sumpah yang menjerumuskan”. Aku bertanya, “Apa sumpah yang menjerumuskan itu?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Sumpah dusta yang menjadikan dia mengambil harta seorang muslim”. [HR al-Bukhâri, no. 6255]
Imam Bukhari meriwayatkan dalam Kitabul Adab dari jalan Abi Bakrah Radhiyallahu ‘anhu, telah bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
أَلاَ أُنَبِّئُكُم بِأَكْبَرِ الْكَبَائِرِ؟ ثَلاَثًا قُلْنَا : بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَالَ : أَلأِشْرَاكُ بِاللَّهِ، وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ، وَكَانَ مُتَّكِئًا فَجَلَسَ فَقَالَ: أَلاَ وَقَوْلُ الزُّورِ، وَشَهَادَةُ الزُّوُرِ، فَمَازَالَ يُكَرِّرُهَا حَتَّى قُلْنَا : لَيْتَهُ سَكَتَ
Maukah aku beritahukan kepadamu sebesar-besar dosa yang paling besar, tiga kali (beliau ulangi). Sahabat berkata, ‘Baiklah, ya Rasulullah’, bersabda Nabi. “Menyekutukan Allah, dan durhaka kepada kedua orang tua, serta camkanlah, dan saksi palsu dan perkataan bohong”. Maka Nabi selalu megulangi, “Dan persaksian palsu”, sehingga kami berkata, “semoga Nabi diam” [Hadits Riwayat Bukhari 3/151-152 -Fathul Baari 5/261 No. 2654, dan Muslim 87]
Dari hadits di atas dapat diketahui bahwa dosa besar yang paling besar setelah syirik adalah uququl walidain (durhaka kepda kedua orang tua). Dalam riwayat lain Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda bahwa diantara dosa-dosa besar yaitu menyekutukan Allah, durhaka kepada kedua orang tua, membunuh diri, dan sumpah palsu [Riwayat Bukhari dalam Fathul Baari 11/555]. Kemudian diantara dosa-dosa besar yang paling besar adalah seorang melaknat kedua orang tuanya [Hadits Riwayat Imam Bukhari]
Dari Mughirah bin Syu’bah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
إِنَّاللَّهَ تَعَالَى حَرَّمَ عَلَيْكُمْ عُقُوقَ اْللأَمَّهَاتِ، وَمَنْعًا وَهَاتِ وَوَأْدَ اْلبَنَاتِ، وَكَرِهَ لَكُمْ قِيْلَ وَقَالَ، وَكَشْرَةَ اْلسُّؤَالِ، إِضَاعَةَ اْلمَالِ
“Sesungguhnya Allah mengharamkan atas kamu, durhaka pada ibu dan menolak kewajiban, dan minta yang bukan haknya, dan membunuh anak hidup-hidup, dan Allah membenci padamu banyak bicara, dan banyak bertanya demikian pula memboroskan harta (menghamburkan kekayaan)” [Hadits Riwayat Bukhari (Fathul Baari 10/405 No. 5975) Muslim No. 1715 912)]
Akibat dari durhaka kepada kedua orang tua akan dirasakan di dunia. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Adabul Mufrad, Abu Daud dan Tirmidzi dari sahabat dari Abi Bakrah Radhiyallahu ‘anhu mengatakan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata.
مَا مِنْ ذَنْبِ أَجْدَرُ أَنْ يُعَجِّلَ اللَّهُ تَعَالَى لِصَاحِبِهِ الْعُقُوبَةَ فِى الدُّنْيَا مَعَ مَا يَدَّخِرُلَهُ فِى اْلآخِرَةِ مِنَ اْلبَغْىِ و قَطِيْعَةِ الرَّحِمِ
“Tidak ada dosa yang Allah cepatkan adzabnya kepada pelakunya di dunia ini dan Allah juga akan mengadzabnya di akhirat yang pertama adalah berlaku zhalim, kedua memutuskan silaturahmi” [Hadits Riwayat Bukhari dalam Adabul Mufrad (Shahih Adabul Mufrad No. 23), Abu Dawud (4902), Tirmidzi (2511), Ibnu Majah (4211). Ahmad 5/36 & 38, Hakim 2/356 & 4/162-163, Tirmidzi berkata, “Hadits Hasan Shahih”, kata Al-Hakim, ‘Shahih Sanadnya”, Imam Dzahabi menyetujuinya]
Dalam hadits lain dikatakan.
بَابَانِ مُعَجَّلاَنِ عُقُو بَتُهُمَا فِى الدُّنْيَا الْبَغْىُ وَ الْعُقُوقُ
“Dua perbuatan dosa yang Allah cepatkan adzabnya (siksanya) di dunia yaitu berbuat zhalim dan al’uquq (durhaka kepdada orang tua)” [Hadits Riwayat Hakim 4/177 dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu] [Hadits Riwayat Bukhari dalam tarikh dan Thabrani dalam Mu’jam Kabir dari Abu Bakrah. Diriwayatkan oleh Al-Hakim dalam Kitabnya Al-Mustadrak dari sahabat Anas. Lihat Silsilah Shahihah No. 1120 dan Shahih Jami’us Shagir No. 137 dan 2810.]
Seandainya ada seorang anak yang durhaka kepada kedua orang tuanya kemudian kedua orang tuanya tersebut mendo’akan kejelekan, maka do’a kedua orang tua tersebut bisa dikabulkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebab dalam hadits yang shahih dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ‘Telah berkata Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
ثَلاَثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ، لاَشَكِّ فِيْهِنَّ : دَعْوَةُاْلوَالِدِ عَلَى وَلَدِهِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ
“Ada tiga do’a yang dikabulkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala -yang tidak diragukan tentang do’a ini-, yang pertama yaitu do’a kedua orang tua terhadap anaknya yang kedua do’a orang yang musafir -yang sedang dalam perjalanan-, yang ketiga do’a orang yang dizhalimi” [Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Adabaul Mufrad, Abu Dawud, dan Tirmidzi] [Hadits Riwayat Bukhari dalam Adabul Mufrad (Shahih Adabul Mufrad No. 24, 372), Abu Dawud 1536, Tirmidzi 1905, 3448, Ibnu Majah 3826, Ibnu Hibban 2406, At-Thayalishi 2517 dan Ahmad 2/258, 348, 478, 517, 523. Lihat Silsilah Hadits As-Shahihah No. 596]
Walaupun kedudukan orang tua begitu tinggi, tetapi banyak orang melupakan tuntunan agama yang suci ini. Mereka tidak peduli lagi dengan hak mereka dan tidak menunaikannya sebagaimana mestinya.
Allâh Azza wa Jalla memberitakan sebagian jasa tersebut dalam firman-Nya :
وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَانًا ۖ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا ۖ وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْرًا
Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan. [al-Ahqâf/46:15].
Demikian juga sang bapak menantang panas dan hujan guna mencukupi kebutuhan keluarganya. Sehingga tidak heran jika keduanya memiliki hak yang harus dipenuhi oleh sang anak, bahkan hak orang tua itu mengiringi hak Allâh Azza wa Jalla. Dia berfirman:
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا
Beribadahlah kepada Allâh dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak. [an-Nisâ`/4:36].
Berbakti Kepada Orang Tua Merupakan Kewajiban Yang Utama
Hak kedua orang tua itu melebihi manusia manapun. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan hal ini dalam hadits sebagai berikut:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي قَالَ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أَبُوكَ
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata: Seorang lelaki datang kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , lalu bertanya: “Wahai Rasûlullâh, siapakah orang yang paling berhak mendapatkan perbuatan kebaikanku ?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ibumu,” lelaki itu bertanya lagi, “Kemudian siapa ?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ibumu,” Lelaki itu bertanya lagi, “Kemudian siapa ?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ibumu,” Lelaki itu bertanya lagi, “Kemudian siapa ?” Beliau menjawab, “Bapakmu”. [HR al-Bukhâri, no. 5971; Muslim, no. 2548]
Bahkan kewajiban berbakti kepada orang tua itu melebihi kewajiban jihad fî sabîlillâh.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ قَالَ أَقْبَلَ رَجُلٌ إِلَى نَبِيِّ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ أُبَايِعُكَ عَلَى الْهِجْرَةِ وَالْجِهَادِ أَبْتَغِي الْأَجْرَ مِنَ اللَّهِ قَالَ فَهَلْ مِنْ وَالِدَيْكَ أَحَدٌ حَيٌّ قَالَ نَعَمْ بَلْ كِلَاهُمَا قَالَ فَتَبْتَغِي الْأَجْرَ مِنَ اللَّهِ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَارْجِعْ إِلَى وَالِدَيْكَ فَأَحْسِنْ صُحْبَتَهُمَا
Dari Abdullâh bin ‘Amr bin al-‘Ash Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Seorang laki-laki datang kepada Nabi Allâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu berkata, ‘Aku berbai’at kepadamu untuk hijrah dan jihad, aku mencari pahala dari Allâh.” Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, ‘Apakah salah satu dari kedua orang tuamu masih hidup ?’ Dia menjawab, “Bahkan keduanya masih hidup.” Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya lagi, “Apakah kamu mencari pahala dari Allâh ?” Dia menjawab, “Ya”. Nabi bersabda, “Kalau begitu pulanglah kepada kedua orang tuamu, lalu temanilah keduanya dengan sebaik-baiknya”. [HR Muslim, no. 2549]
Termasuk Dosa Besar : Durhaka Kepada Orang Tua
Selain memerintahkan birrul wâlidain (berbakti kepada kedua orang tua), agama Islam juga melarang ‘uqûqul wâlidain (durhaka kepada kedua orang tua), bahkan memasukkannya ke dalam dosa-dosa besar yang mengiringi syirik. Banyak hadits-hadits yang berkaitan dengan hal ini, antara lain:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ جَاءَ أَعْرَابِيٌّ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا الْكَبَائِرُ قَالَ الْإِشْرَاكُ بِاللَّهِ قَالَ ثُمَّ مَاذَا قَالَ ثُمَّ عُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ قَالَ ثُمَّ مَاذَا قَالَ الْيَمِينُ الْغَمُوسُ قُلْتُ وَمَا الْيَمِينُ الْغَمُوسُ قَالَ الَّذِي يَقْتَطِعُ مَالَ امْرِئٍ مُسْلِمٍ هُوَ فِيهَا كَاذِبٌ
Dari Abdullâh bin ‘Amr, ia berkata: Seorang Arab Badui datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata, “Wahai Rasûlullâh, apakah dosa-dosa besar itu ?” Beliau menjawab, “Isyrak (menyekutukan sesuatu) dengan Allâh”, ia bertanya lagi, “Kemudian apa?” Beliau menjawab, “Kemudian durhaka kepada dua orang tua,” ia bertanya lagi, “Kemudian apa ?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Sumpah yang menjerumuskan”. Aku bertanya, “Apa sumpah yang menjerumuskan itu?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Sumpah dusta yang menjadikan dia mengambil harta seorang muslim”. [HR al-Bukhâri, no. 6255]
Imam Bukhari meriwayatkan dalam Kitabul Adab dari jalan Abi Bakrah Radhiyallahu ‘anhu, telah bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
أَلاَ أُنَبِّئُكُم بِأَكْبَرِ الْكَبَائِرِ؟ ثَلاَثًا قُلْنَا : بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَالَ : أَلأِشْرَاكُ بِاللَّهِ، وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ، وَكَانَ مُتَّكِئًا فَجَلَسَ فَقَالَ: أَلاَ وَقَوْلُ الزُّورِ، وَشَهَادَةُ الزُّوُرِ، فَمَازَالَ يُكَرِّرُهَا حَتَّى قُلْنَا : لَيْتَهُ سَكَتَ
Maukah aku beritahukan kepadamu sebesar-besar dosa yang paling besar, tiga kali (beliau ulangi). Sahabat berkata, ‘Baiklah, ya Rasulullah’, bersabda Nabi. “Menyekutukan Allah, dan durhaka kepada kedua orang tua, serta camkanlah, dan saksi palsu dan perkataan bohong”. Maka Nabi selalu megulangi, “Dan persaksian palsu”, sehingga kami berkata, “semoga Nabi diam” [Hadits Riwayat Bukhari 3/151-152 -Fathul Baari 5/261 No. 2654, dan Muslim 87]
Dari hadits di atas dapat diketahui bahwa dosa besar yang paling besar setelah syirik adalah uququl walidain (durhaka kepda kedua orang tua). Dalam riwayat lain Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda bahwa diantara dosa-dosa besar yaitu menyekutukan Allah, durhaka kepada kedua orang tua, membunuh diri, dan sumpah palsu [Riwayat Bukhari dalam Fathul Baari 11/555]. Kemudian diantara dosa-dosa besar yang paling besar adalah seorang melaknat kedua orang tuanya [Hadits Riwayat Imam Bukhari]
Dari Mughirah bin Syu’bah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
إِنَّاللَّهَ تَعَالَى حَرَّمَ عَلَيْكُمْ عُقُوقَ اْللأَمَّهَاتِ، وَمَنْعًا وَهَاتِ وَوَأْدَ اْلبَنَاتِ، وَكَرِهَ لَكُمْ قِيْلَ وَقَالَ، وَكَشْرَةَ اْلسُّؤَالِ، إِضَاعَةَ اْلمَالِ
“Sesungguhnya Allah mengharamkan atas kamu, durhaka pada ibu dan menolak kewajiban, dan minta yang bukan haknya, dan membunuh anak hidup-hidup, dan Allah membenci padamu banyak bicara, dan banyak bertanya demikian pula memboroskan harta (menghamburkan kekayaan)” [Hadits Riwayat Bukhari (Fathul Baari 10/405 No. 5975) Muslim No. 1715 912)]
Akibat dari durhaka kepada kedua orang tua akan dirasakan di dunia. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Adabul Mufrad, Abu Daud dan Tirmidzi dari sahabat dari Abi Bakrah Radhiyallahu ‘anhu mengatakan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata.
مَا مِنْ ذَنْبِ أَجْدَرُ أَنْ يُعَجِّلَ اللَّهُ تَعَالَى لِصَاحِبِهِ الْعُقُوبَةَ فِى الدُّنْيَا مَعَ مَا يَدَّخِرُلَهُ فِى اْلآخِرَةِ مِنَ اْلبَغْىِ و قَطِيْعَةِ الرَّحِمِ
“Tidak ada dosa yang Allah cepatkan adzabnya kepada pelakunya di dunia ini dan Allah juga akan mengadzabnya di akhirat yang pertama adalah berlaku zhalim, kedua memutuskan silaturahmi” [Hadits Riwayat Bukhari dalam Adabul Mufrad (Shahih Adabul Mufrad No. 23), Abu Dawud (4902), Tirmidzi (2511), Ibnu Majah (4211). Ahmad 5/36 & 38, Hakim 2/356 & 4/162-163, Tirmidzi berkata, “Hadits Hasan Shahih”, kata Al-Hakim, ‘Shahih Sanadnya”, Imam Dzahabi menyetujuinya]
Dalam hadits lain dikatakan.
بَابَانِ مُعَجَّلاَنِ عُقُو بَتُهُمَا فِى الدُّنْيَا الْبَغْىُ وَ الْعُقُوقُ
“Dua perbuatan dosa yang Allah cepatkan adzabnya (siksanya) di dunia yaitu berbuat zhalim dan al’uquq (durhaka kepdada orang tua)” [Hadits Riwayat Hakim 4/177 dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu] [Hadits Riwayat Bukhari dalam tarikh dan Thabrani dalam Mu’jam Kabir dari Abu Bakrah. Diriwayatkan oleh Al-Hakim dalam Kitabnya Al-Mustadrak dari sahabat Anas. Lihat Silsilah Shahihah No. 1120 dan Shahih Jami’us Shagir No. 137 dan 2810.]
Seandainya ada seorang anak yang durhaka kepada kedua orang tuanya kemudian kedua orang tuanya tersebut mendo’akan kejelekan, maka do’a kedua orang tua tersebut bisa dikabulkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebab dalam hadits yang shahih dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ‘Telah berkata Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
ثَلاَثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ، لاَشَكِّ فِيْهِنَّ : دَعْوَةُاْلوَالِدِ عَلَى وَلَدِهِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ
“Ada tiga do’a yang dikabulkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala -yang tidak diragukan tentang do’a ini-, yang pertama yaitu do’a kedua orang tua terhadap anaknya yang kedua do’a orang yang musafir -yang sedang dalam perjalanan-, yang ketiga do’a orang yang dizhalimi” [Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Adabaul Mufrad, Abu Dawud, dan Tirmidzi] [Hadits Riwayat Bukhari dalam Adabul Mufrad (Shahih Adabul Mufrad No. 24, 372), Abu Dawud 1536, Tirmidzi 1905, 3448, Ibnu Majah 3826, Ibnu Hibban 2406, At-Thayalishi 2517 dan Ahmad 2/258, 348, 478, 517, 523. Lihat Silsilah Hadits As-Shahihah No. 596]
Walaupun kedudukan orang tua begitu tinggi, tetapi banyak orang melupakan tuntunan agama yang suci ini. Mereka tidak peduli lagi dengan hak mereka dan tidak menunaikannya sebagaimana mestinya.
Di Antara Bentuk-Bentuk ‘Uqûqul Wâlidain
‘Uqûqul wâlidain adalah lawan dari birrul wâlidain (berbakti kepada kedua orang tua). Durhaka kepada kedua orang tua, artinya ialah tidak menaatinya, memutuskan hubungan dengan keduanya, dan tidak berbuat baik kepada keduanya. (Lihat Lisânul ‘Arab, karya Ibnul- Manzhur).
Fenomena durhaka kepada orang tua itu sangat banyak, antara lain sebagai berikut :
1. Mengucapkan perkataan yang menunjukkan tidak suka, seperti “ah” atau semacamnya, dan demikian juga membentak dan bersuara keras kepada orang tua.
Allâh Azza wa Jalla berfirman :
وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا
Dan Rabbmu telah memerintahkan supaya kamu jangan beribadah kepada selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. [al-Isrâ`/17:23]
Jika ada kata yang lebih ringan dari “ah” yang menyakitkan orang tua, tentu sudah dilarang juga. Ketika mengucapkan “ah” kepada orang tua sudah dilarang, apalagi mengucapkan kata-kata yang lebih kasar dari itu atau memperlakukan mereka dengan buruk, maka itu lebih terlarang.
2. Mengucapkan perkataan atau melakukan perbuatan yang menyebabkan orang tua bersedih hati, apalagi sampai menangis.
3. Bermuka masam dan cemberut kepada orang tua.
Sebagian orang didapati sebagai orang yang pandai bergaul, suka tersenyum, dan berwajah ceria bersama kawan-kawannya. Namun ketika masuk ke dalam rumahnya, bertemu dengan orang tuanya, dia berbalik menjadi orang yang kaku dan keras, berwajah masam dan berbicara kasar. Alangkah celakanya orang yang seperti ini. Padahal seharusnya orang yang dekat itu lebih berhak terhadap kebaikannya.
4. Mencela orang tua, baik secara langsung maupun tidak langsung.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مِنَ الْكَبَائِرِ شَتْمُ الرَّجُلِ وَالِدَيْهِ. قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلْ يَشْتِمُ الرَّجُلُ وَالِدَيْهِ ؟ قَالَ : نَعَمْ يَسُبُّ أَبَا الرَّجُلِ فَيَسُبُّ أَبَاهُ وَيَسُبُّ أُمَّهُ فَيَسُبُّ أُمَّهُ
Dari Abdullâh bin ‘Amr bin al-‘Ash, bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Termasuk dosa besar, (yaitu) seseorang mencela dua orang tuanya,” mereka bertanya, “Wahai Rasûlullâh, adakah orang yang mencela dua orang tuanya ?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ya, seseorang mencela bapak orang lain, lalu orang lain itu mencela bapaknya. Seseorang mencela ibu orang lain, lalu orang lain itu mencela ibunya.” [HR al-Bukhâri, no. 5 628; Muslim, no. 90. Lafazh hadits ini milik Imam Muslim]
5. Memandang sinis kepada orang tua.
Yaitu memandangnya dengan sikap merendahkan, menghinakan, atau kebencian.
6. Malu menyebut mereka sebagai orang tuanya.
Sebagian anak diberi kemudahan oleh Allâh Azza wa Jalla dalam masalah duniawi, sehingga ia menjadi orang terpandang di hadapan masyarakat. Namun sebagian mereka kemudian merasa malu mengakui keadaan orang tuanya yang terbelakang di dalam tingkat sosial atau ekonominya.
7. Memerintah orang tua.
Seperti memerintah ibu untuk menyapu rumah, mencuci baju, menyiapkan makanan. Tindakan ini tidak layak, apalagi jika ibu dalam keadaan lemah, sakit, atau sudah tua. Namun jika sang ibu melakukan dengan sukarela dan senang hati, dalam keadaan sehat dan kuat, maka tidak mengapa.
8. Memberatkan orang tua dengan banyak permintaan.
Sebagian orang banyak menuntut orang tuanya dengan berbagai permintaan, padahal orang tuanya dalam keadaan tidak mampu. Ada anak yang meminta dibelikan baju-baju model baru, handphone baru, sepeda motor, atau lainnya. Bahkan ada seseorang sudah menikah, kemudian meminta orang tuanya untuk dibelikan mobil, atau dibuatkan rumah, atau meminta uang yang banyak, dan semacamnya.
9. Lebih mementingkan isteri daripada orang tua.
Sebagian orang lebih mentaati isterinya daripada mentaati kedua orang tuanya. Sebagian orang berlebihan dalam menampakkan kecintaan kepada isterinya di hadapan orang tua, tetapi pada waktu yang sama ia bersikap kasar kepada orang tuanya.
10. Meninggalkan orang tua ketika masa tua atau saat membutuhkan anaknya.
Sebagian anak ketika menginjak dewasa memiliki pekerjaan yang mengharuskannya untuk meninggalkan orang tuanya, lalu ia sibuk dengan urusannya sendiri. Sehingga sama sekali tidak melakukan kebaikan untuk orang tuanya, baik dengan doa, bantuan uang, tenaga, maupun lainnya.
Sedangkan sebab-sebab anak durhaka kepada orang tua adalah :
1. Karena kebodohan
2. Jeleknya pendidikan orang tua dalam mendidik anak
3. Paradok, orang tua menyuruh anak berbuat baik tapi orang tua tidak berbuat.
4. Bapak dan ibunya dahulu pernah durhaka kepada orang tua sehingga dibalas oleh anaknya.
5. Orang tua tidak membantu anak dalam berbuat kebajikan
6. Jeleknya akhlak istri.
Inilah diantara bentuk-bentuk kedurhakaan yang harus ditinggalkan. Demikian juga bentuk-bentuk lainnya yang merupakan kedurhakaan, maka harus dijauhi. Semoga Allâh selalu membimbing kita dalam kebaikan.
sumber bacaan : https://almanhaj.or.id
‘Uqûqul wâlidain adalah lawan dari birrul wâlidain (berbakti kepada kedua orang tua). Durhaka kepada kedua orang tua, artinya ialah tidak menaatinya, memutuskan hubungan dengan keduanya, dan tidak berbuat baik kepada keduanya. (Lihat Lisânul ‘Arab, karya Ibnul- Manzhur).
Fenomena durhaka kepada orang tua itu sangat banyak, antara lain sebagai berikut :
1. Mengucapkan perkataan yang menunjukkan tidak suka, seperti “ah” atau semacamnya, dan demikian juga membentak dan bersuara keras kepada orang tua.
Allâh Azza wa Jalla berfirman :
وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا
Dan Rabbmu telah memerintahkan supaya kamu jangan beribadah kepada selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. [al-Isrâ`/17:23]
Jika ada kata yang lebih ringan dari “ah” yang menyakitkan orang tua, tentu sudah dilarang juga. Ketika mengucapkan “ah” kepada orang tua sudah dilarang, apalagi mengucapkan kata-kata yang lebih kasar dari itu atau memperlakukan mereka dengan buruk, maka itu lebih terlarang.
2. Mengucapkan perkataan atau melakukan perbuatan yang menyebabkan orang tua bersedih hati, apalagi sampai menangis.
3. Bermuka masam dan cemberut kepada orang tua.
Sebagian orang didapati sebagai orang yang pandai bergaul, suka tersenyum, dan berwajah ceria bersama kawan-kawannya. Namun ketika masuk ke dalam rumahnya, bertemu dengan orang tuanya, dia berbalik menjadi orang yang kaku dan keras, berwajah masam dan berbicara kasar. Alangkah celakanya orang yang seperti ini. Padahal seharusnya orang yang dekat itu lebih berhak terhadap kebaikannya.
4. Mencela orang tua, baik secara langsung maupun tidak langsung.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مِنَ الْكَبَائِرِ شَتْمُ الرَّجُلِ وَالِدَيْهِ. قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلْ يَشْتِمُ الرَّجُلُ وَالِدَيْهِ ؟ قَالَ : نَعَمْ يَسُبُّ أَبَا الرَّجُلِ فَيَسُبُّ أَبَاهُ وَيَسُبُّ أُمَّهُ فَيَسُبُّ أُمَّهُ
Dari Abdullâh bin ‘Amr bin al-‘Ash, bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Termasuk dosa besar, (yaitu) seseorang mencela dua orang tuanya,” mereka bertanya, “Wahai Rasûlullâh, adakah orang yang mencela dua orang tuanya ?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ya, seseorang mencela bapak orang lain, lalu orang lain itu mencela bapaknya. Seseorang mencela ibu orang lain, lalu orang lain itu mencela ibunya.” [HR al-Bukhâri, no. 5 628; Muslim, no. 90. Lafazh hadits ini milik Imam Muslim]
5. Memandang sinis kepada orang tua.
Yaitu memandangnya dengan sikap merendahkan, menghinakan, atau kebencian.
6. Malu menyebut mereka sebagai orang tuanya.
Sebagian anak diberi kemudahan oleh Allâh Azza wa Jalla dalam masalah duniawi, sehingga ia menjadi orang terpandang di hadapan masyarakat. Namun sebagian mereka kemudian merasa malu mengakui keadaan orang tuanya yang terbelakang di dalam tingkat sosial atau ekonominya.
7. Memerintah orang tua.
Seperti memerintah ibu untuk menyapu rumah, mencuci baju, menyiapkan makanan. Tindakan ini tidak layak, apalagi jika ibu dalam keadaan lemah, sakit, atau sudah tua. Namun jika sang ibu melakukan dengan sukarela dan senang hati, dalam keadaan sehat dan kuat, maka tidak mengapa.
8. Memberatkan orang tua dengan banyak permintaan.
Sebagian orang banyak menuntut orang tuanya dengan berbagai permintaan, padahal orang tuanya dalam keadaan tidak mampu. Ada anak yang meminta dibelikan baju-baju model baru, handphone baru, sepeda motor, atau lainnya. Bahkan ada seseorang sudah menikah, kemudian meminta orang tuanya untuk dibelikan mobil, atau dibuatkan rumah, atau meminta uang yang banyak, dan semacamnya.
9. Lebih mementingkan isteri daripada orang tua.
Sebagian orang lebih mentaati isterinya daripada mentaati kedua orang tuanya. Sebagian orang berlebihan dalam menampakkan kecintaan kepada isterinya di hadapan orang tua, tetapi pada waktu yang sama ia bersikap kasar kepada orang tuanya.
10. Meninggalkan orang tua ketika masa tua atau saat membutuhkan anaknya.
Sebagian anak ketika menginjak dewasa memiliki pekerjaan yang mengharuskannya untuk meninggalkan orang tuanya, lalu ia sibuk dengan urusannya sendiri. Sehingga sama sekali tidak melakukan kebaikan untuk orang tuanya, baik dengan doa, bantuan uang, tenaga, maupun lainnya.
Sedangkan sebab-sebab anak durhaka kepada orang tua adalah :
1. Karena kebodohan
2. Jeleknya pendidikan orang tua dalam mendidik anak
3. Paradok, orang tua menyuruh anak berbuat baik tapi orang tua tidak berbuat.
4. Bapak dan ibunya dahulu pernah durhaka kepada orang tua sehingga dibalas oleh anaknya.
5. Orang tua tidak membantu anak dalam berbuat kebajikan
6. Jeleknya akhlak istri.
Inilah diantara bentuk-bentuk kedurhakaan yang harus ditinggalkan. Demikian juga bentuk-bentuk lainnya yang merupakan kedurhakaan, maka harus dijauhi. Semoga Allâh selalu membimbing kita dalam kebaikan.
sumber bacaan : https://almanhaj.or.id
0 Response to "Dosa Besar Durhaka Kepada Orang Tua "
Posting Komentar